CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Minggu, 10 Agustus 2008

SPEECH DELAY PADA ANAK

Keterlambatan Bicara
Oleh Jacinta F. Rini

Team e-psikologi

Jakarta, 4 September 2001

Banyak orang tua yang khawatir jika anaknya belum lancar bicara padahal dilihat dari segi usia sepertinya sudah lewat dan jika dibandingkan dengan anak-anak tetangganya, teman-temannya, saudara-saudaranya kok ketinggalan jauh. Kenyataan tersebut pada akhirnya sering mengundang pertanyaan yang diajukan kepada e-psikologi. Untuk itu lah kami akan mengulas persoalan keterlambatan bicara pada balita.

Gangguan kemampuan bicara atau keterlambatan bicara dan berbahasa ini haruslah dideteksi dan ditangani sejak dini dan dengan metode yang tepat. Bagaimana pun juga, bicara dan bahasa merupakan media utama seseorang untuk mengekspresikan emosi, pikiran, pendapat dan keinginannya. Bayangkan saja, jika ia mengalami masalah dalam mengekspresikan diri, untuk bisa dimengerti oleh orang lain atau orang tuanya, guru dan teman-temannya, maka bisa membuat ia frustrasi. Mungkin pula ia akan merasa frustrasi dan malu karena teman-temannya memperlakukan dia secara berbeda, entah mengucilkan atau pun membuatnya jadi bahan tertawaan. Jika tidak ada yang bisa mengerti apa sih yang jadi keinginannya atau apa yang dimaksudkannya, maka tidak heran jika lama kelamaan ia akan berhenti untuk berusaha membuat orang lain mengerti. Padahal, belajar melalui proses interaksi adalah proses penting dalam menjadikan seorang manusia bertumbuh dan berhasil menjadi orang seperti yang diharapkannya.

Untuk memahami lebih lanjut tentang keterlambatan bicara, maka Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak perlu mengetahui beberapa hal sebagai berikut:

Gangguan Keterlambatan Bicara dan Faktor Penyebab
Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Pada umumnya mereka mempunyai perkembangan intelegensi dan sosial-emosional yang normal. Menurut penelitian, problem ini terjadi atau dialami 5 sampai 10% anak-anak usia prasekolah dan lebih cenderung dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan.

Penyebab dari keterlambatan bicara ini disebabkan oleh beragam faktor, seperti :

1. Hambatan pendengaran

Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga.

2. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-motor

Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.

3. Masalah keturunan

Masalah keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran. Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.

4. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua

Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun. Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan “memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa.

5. Faktor Televisi

Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anak-anak usia batita merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.

Evaluasi dan Pemeriksaan


Jika orang tua mencurigai anaknya mengalami hambatan bicara, maka hal ini haruslah diteliti dan diperiksa oleh ahli yang memang berkompeten di bidangnya, untuk menghindari terjadinya salah diagnosa dan penanganan. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan lengkap dari aspek-aspek :



1. Fisiologis dan Neurologis

Dokter memeriksa secara menyeluruh, untuk mengetahui apakah keterlambatan tersebut disebabkan masalah pada alat pendengaran, sistem pendengarannya, atau pun pada areal otak yang mengatur mekanisme pendengaran-bicara dan otak yang memproduksi kemampuan berbicara. Tidak hanya itu, pemeriksaan lengkap akan menghasilkan diagnosa yang jauh lebih pasti tidak hanya faktor penghambatnya, namun juga metode penanganan yang paling sesuai untuk anak yang bersangkutan.

2. Psikologis

Pemeriksaan secara psikologis juga diperlukan untuk memahami fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan berbahasa, seperti tingkat intelegensi serta tingkat perkembangan sosial-emosional anak. Pemeriksaan secara psikologis ini juga dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pengaruh dari hambatan yang dialami anak terhadap kemampuan emosional dan intelektualnya. Pemeriksaan ini juga harus ditangani oleh ahli atau psikolog yang berkompeten dan berpengalaman dalam menangani anak dengan problem keterlambatan bicara.

Setelah hasil pemeriksaan keluar, maka orang tua dengan rekomendasi ahlinya dapat mengambil langkah tepat seperti misalnya, melakukan terapi bicara atau jika usia anak sudah harus sekolah, maka dimasukkan pada sekolah yang dapat memberikan perlakuan dan perhatian yang tepat sesuai dengan masalah anak tersebut.



Kemungkinan Pulihnya Kembali Kemampuan Bicara & Berbahasa

Sebenarnya, jika sejak awal hambatan bicara ini sudah didiagnosa secara tepat, dan jika pihak keluarga mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memberikan dukungan bagi program pemulihan si anak, maka akan besar kemungkinan bagi si anak untuk kembali memiliki kemampuan yang normal. Meski pada proses awal akan terkesan lamban, namun kemungkinan besar masalah keterlambatan bicara akan teratasi ketika anak mulai memasuki sekolah dasar.

Pada kasus-kasus tertentu dimana hambatan bicara dan ber bahasa terlihat dari adanya hambatan dalam menulis. Sebenarnya hal ini masih bisa didiagnosa dan dilakukan penanganan yang tepat supaya kemampuan tersebut akhirnya berkembang seperti anak-anak lain seusianya. (jr)

Evaluasi dan Pemeriksaan


Jika orang tua mencurigai anaknya mengalami hambatan bicara, maka hal ini haruslah diteliti dan diperiksa oleh ahli yang memang berkompeten di bidangnya, untuk menghindari terjadinya salah diagnosa dan penanganan. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan lengkap dari aspek-aspek :



1. Fisiologis dan Neurologis

Dokter memeriksa secara menyeluruh, untuk mengetahui apakah keterlambatan tersebut disebabkan masalah pada alat pendengaran, sistem pendengarannya, atau pun pada areal otak yang mengatur mekanisme pendengaran-bicara dan otak yang memproduksi kemampuan berbicara. Tidak hanya itu, pemeriksaan lengkap akan menghasilkan diagnosa yang jauh lebih pasti tidak hanya faktor penghambatnya, namun juga metode penanganan yang paling sesuai untuk anak yang bersangkutan.

2. Psikologis

Pemeriksaan secara psikologis juga diperlukan untuk memahami fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan berbahasa, seperti tingkat intelegensi serta tingkat perkembangan sosial-emosional anak. Pemeriksaan secara psikologis ini juga dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pengaruh dari hambatan yang dialami anak terhadap kemampuan emosional dan intelektualnya. Pemeriksaan ini juga harus ditangani oleh ahli atau psikolog yang berkompeten dan berpengalaman dalam menangani anak dengan problem keterlambatan bicara.

Setelah hasil pemeriksaan keluar, maka orang tua dengan rekomendasi ahlinya dapat mengambil langkah tepat seperti misalnya, melakukan terapi bicara atau jika usia anak sudah harus sekolah, maka dimasukkan pada sekolah yang dapat memberikan perlakuan dan perhatian yang tepat sesuai dengan masalah anak tersebut.



Kemungkinan Pulihnya Kembali Kemampuan Bicara & Berbahasa

Sebenarnya, jika sejak awal hambatan bicara ini sudah didiagnosa secara tepat, dan jika pihak keluarga mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memberikan dukungan bagi program pemulihan si anak, maka akan besar kemungkinan bagi si anak untuk kembali memiliki kemampuan yang normal. Meski pada proses awal akan terkesan lamban, namun kemungkinan besar masalah keterlambatan bicara akan teratasi ketika anak mulai memasuki sekolah dasar.

Pada kasus-kasus tertentu dimana hambatan bicara dan ber bahasa terlihat dari adanya hambatan dalam menulis. Sebenarnya hal ini masih bisa didiagnosa dan dilakukan penanganan yang tepat supaya kemampuan tersebut akhirnya berkembang seperti anak-anak lain seusianya. (jr)

Tahapan Perkembangan Kemampuan Bicara dan Berbahasa
Berikut ini akan disajikan informasi seputar tahapan perkembangan bahasa dan bicara seorang anak. Namun perlu diperhatikan, bahwa batasan-batasan yang tertera juga bukan merupakan batasan yang kaku mengingat keunikan setiap anak berbeda satu dengan yang lain. Menurut Dr. Miriam Stoppard (1995) tahapan perkembangan kemampuan bicara dan berbahasa dapat dibagi sebagai berikut:

0 - 8 Minggu

8 - 24 Minggu

28 Minggu - 1 Tahun

1 Tahun - 18 Bulan

18 Bulan - 2 Tahun

2 - 3 Tahun

3 - 4 Tahun


0 - 8 Minggu


Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Pada masa awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya. Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi dua arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak dua minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu, dan pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalinya.


Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Semakin dini orang tua menstimulasi anaknya dengan cara mengajaknya bercakap-cakap dan menunjukkan sikap yang mendorong munculnya respon dari si anak, maka sang anak akan semakin dini pula tertarik untuk belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas percakapan dan bicaranya juga akan lebih baik. Jadi, teruslah mengajak anak Anda bercakap-cakap sejak hari pertama kelahirannya.

Jalinlah komunikasi dengan dihiasi oleh senyum Anda, pelukan, dan perhatian. Dengan demikian anak Anda akan termotivasi untuk berusaha memberikan responnya.

Tunjukkanlah selalu kasih sayang melalui peluk-cium, dan kehangatan yang bisa dirasakan melalui intonasi suara Anda. Dengan demikian, Anda menstimulasi terjalinnya ikatan emosional yang erat antara Anda dengan anak Anda sekaligus membesarkan hatinya.

Selama menjalin komunikasi dengan anak Anda, jangan lupa untuk melakukan kontak mata secara intensif karena dari pandangan mata tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta, dan pengertian. Jika sedang bicara, tataplah matanya dan jangan malah membelakangi dia.

Jika anak Anda menangis, jangan didiamkan saja. Selama ini banyak bereda pandangan keliru, bahwa jika bayi menangis sebaiknya didiamkan saja supaya nantinya tidak manja dan bau tangan. Padahal, satu-satunya cara seorang bayi baru lahir untuk mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhannya (haus, lapar, kedinginan, kepanasan, kebutuhan emosional, kelelahan, kebosanan) dia adalah melalui tangisan. Jadi, jika tangisannya tidak Anda pedulikan, lama-lama dia akan frustasi karena kebutuhannya terabaikan. Yang harusnya Anda lakukan adalah memberinya perlakuan seperti yang dibutuhkannya saat ia menangis. Untuk itu, kita sebagai orang tua haruslah belajar memahami dan mengerti bahasa isyaratnya. Tidak ada salahnya, jika Anda seakan-akan bertanya padanya, seperti :”rupanya ada sesuatu yang kamu inginkan,....coba biar Ibu lihat...”



8 - 24 Minggu


Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Tidak lama setelah seorang bayi tersenyum, ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti “eh”, “ah”, “uh”, “oh” dan tidak lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan seperti “m”, “p”, “b”, “j” dan “k”. Pada usia 12 minggu, seorang bayi sudah mulai terlibat pada percakapan “tunggal” dengan menyuarakan “gaga”, “ah goo”, dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau teriakan riang, dan bublling. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan “ma”, “ka”, “da” dan sejenisnya. Sebenarnya banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai memahami apa yang orang tuanya atau orang lain katakan. Lucunya, anak-anak itu akan bermain dengan suaranya sendiri dan terus mengulang apa yang didengar dari suaranya sendiri.


Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Untuk bisa berbicara, seorang anak perlu latihan mekanisme berbicara melalui latihan gerakan mulut, lidah, bibir. Sebenarnya, aktivitas menghisap, menjilat, menyemburkan gelembung dan mengunyah merupakan kemampuan yang diperlukan. Oleh sebab itu, latihlah anak Anda baik dengan permainan maupun dengan makanan.

Sering-seringlah menyanyikan lagu untuk anak Anda dengan lagu-lagu anak-anak yang sederhana dan lucu, secara berulang dengan penekanan pada ritme dan pengucapannya. Bernyanyilah dengan diselingi permainan-permainan yang bernada serta menarik. Jadi, luangkan lah waktu Anda untuk terlibat dalam kegiatan menarik seperti itu agar kemampuan bicara dan berbahasa anak Anda lebih berkembang.

Salah satu cara seorang anak berkomunikasi di usia ini adalah melalui tertawa. Oleh sebab itu, sering-seringlah bercanda dengannya, tertawa, membuat suara-suara dan ekspresi lucu agar kemampuan komunikasi dan interaksinya meningkat dan mendorong tumbuhnya kemampuan bahasa dan bicara.

Setiap bayi yang baru lahir, mereka akan belajar melalui pembiasaan atau pun pengulangan suatu pola, kegiatan, nama atau peristiwa. Melalui mekanisme ini Anda mulai bisa mengenalkan kata-kata yang bermakna pada anak pada saat melakukan aktivitas rutin, seperti : pada waktu mau makan, Anda bisa katakan “nyam-nyam”


28 Minggu - 1 Tahun


Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan “ba”, “da”, “ka” secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan dengan penuh intonasi. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang beberapa suku kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu, ia mulai mengerti kata “tidak” dan mengikuti instruksi sederhana seperti “bye-bye” atau main “ciluk-baa”. Ia juga mulai bisa meniru bunyi binatang seperti “guk”, “kuk”, “ck”


Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Jadilah model yang baik untuk anak Anda terutama pada masa ini lah mereka mulai belajar meniru kata-kata yang didengarnya dan mengucapkannya kembali. Ucapkan kata-kata dan kalimat Anda secara perlahan, jelas dengan disertai tindakan (agar anak tahu artinya atau korelasinya antara kata yang Anda ucapkan dengan tindakan kongkritnya), dan jangan lupa, bahasa tubuh dan ekspresi wajah Anda juga harus pas.

Anak Anda akan belajar bicara dengan bahasa yang tidak jelas bagi Anda. Jadi, ini lah waktunya untuk Anda berdua (Anda dengan anak) saling belajar untuk bisa saling memahami keinginan dan maksud berdua. Jadikanlah kegiatan ini sebagai salah satu bentuk permainan yang menyenangkan agar anak Anda tidak patah semangat untuk terus mencoba mengucapkan secara pas dan jelas. Namun, jika Anda malas memperhatikan “suaranya”, apa yang dimaksudnya, dan tidak mengulangi suaranya, atau bahkan ekspresi wajah Anda membuat dirinya jadi enggan mencoba, maka anak Anda akan merasa bahwa “tidak memungkinkan baginya untuk mencoba mengekspresikan keinginan karena orang dewasa tidak akan ada yang mengerti dan mau mendengarkan”

Kadang-kadang, ikutilah gumamannya, namun, Anda juga perlu mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil mengucapkan suatu suku kata atau kata dengan benar, berilah pujian yang disertai dengan pelukan, ciuman, tepuk tangan..dan sampaikan padanya, “betapa pandainya dia”.

Jika mengucapkan sebuah kata, sertailah dengan penjelasan artinya. Lakukan hal ini terus menerus meski tidak semua dimengertinya. Penjelasan bisa dilakukan misal dengan menunjukkan gambar, gerakan, sikap tubuh, atau pun ekspresi.


1 Tahun - 18 Bulan


Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah obyek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan sering didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada porsi / situasi yang tepat. Usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjuk obyek-obyek yang dilihatnya di buku dan dijumpainya setiap hari. Selain itu ia juga mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna.


Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Semakin mengenalkan anak Anda dengan berbagai macam suara, bunyi, seperti misalnya suara mobil, motor, kucing, anjing, dsb. Kenalkan pula pada suara-suara yang sering didengarnya sehari-hari, seperti pintu terbuka-tertutup, suara air, suara angin berdesir di pepohonan, kertas dirobek, benda jatuh, dsb.

Sering-seringlah membacakan buku-buku yang sangat sederhana namun sarat dengan cerita yang menarik untuk anak dan gambar serta warna yang “eye catching”. Tunjukkan obyek-obyek yang terlihat di buku, sebutkan namanya, jelaskan apa yang sedang dilakukannya, bagaimana jalan ceritanya. Minta lah padanya untuk mengulang nama yang Anda sebutkan, dan jangan lupa, berilah pujian jika ia berhasil mengingat dan mengulang nama yang Anda sebutkan.

Jika sedang bersamanya, sebutkan nama-nama benda, warna dan bentuk pada setiap obyek yang dilihatnya

Anda mulai bisa mengenalkan dengan angka dengan kegiatan seperti menghitung benda-benda sederhana yang sedang dibuat permainan. Lakukan itu dalam suasana yang santai dan nyaman agar anak tidak merasa ada tekanan keharusan untuk menguasai kemampuan itu



18 Bulan - 2 Tahun


Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak semakin tinggi dan kompleks. Perbendaharaan katanya pun bisa mencapai 30 kata dan mulai sering mengutarakan pertanyaan sederhana, seperti “mana ?”, “dimana?” dan memberikan jawaban singkat, seperti “tidak”, “disana”, “disitu”, “mau”. Pada usia ini mereka juga mulai menggunakan kata-kata yang menunjukkan kepemilikan, seperti “punya ani”, “punyaku”. Bagaimana pun juga, sebuah percakapan melibatkan komunikasi dua belah pihak, sehingga anak juga akan belajar merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin hari ia semakin luwes dalam menggunakan kata-kata dan bahasa sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya dan mengutarakan kebutuhannya. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi motoriknya juga belum terlalu sempurna, maka kata-kata yang diucapkannya masih sering kabur, misalnya “balon” jadi “aon”, “roti” jadi “oti”


Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Mulailah mengenalkan anak Anda pada perbendaharaan kata yang menerangkan sifat atau kualitas. Seperti “baik, indah, cantik, dingin, banyak, sedikit, asin, manis, nakal, jelek, dsb. Caranya, pada saat Anda mengucapkan suatu kata tertentu, sertailah dengan kualitas tersebut, misalnya “anak baik, anak manis, anak pintar, baju bagus, boneka cantik, anak nakal, roti manis”, dsb

Mulailah mengenalkan padanya kata-kata yang menerangkan keadaan atau peristiwa yang terjadi : sekarang, besok, di sini, di sana, kemarin, nanti, segera, dsb

Anda juga bisa mengenalkannya kata-kata yang menunjukkan tempat : di atas, di bawah, di samping, di tengah, di kiri, di kanan, di belakang, di pinggir; Anda bisa melakukannya dengan menggunakan contoh gerakan. Banyak model permainan yang dapat Anda gunakan untuk menerangkan kata-kata tersebut, bahkan dengan permainan, akan jauh lebih menyenangkan baginya dna bagi Anda.

Yang perlu Anda ingat, janganlah menyetarakan perkembangan anak Anda dengan anak-anak lainnya karena tiap anak mempunyai dan mengalami hambatan yang berbeda-beda. Jadi, jika anak Anda kurang lancar dan fasih berbicara, janganlah kemudian menekannya untuk lekas-lekas mengoptimalkan kemampuannya. Keadaan ini hanya akan membuatnya stress



2 Tahun - 3 Tahun


Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Seorang anak mulai menguasai 200 – 300 kata dan senang bicara sendiri (monolog). Sekali waktu ia akan memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai mendengarkan pesan-pesan yang penuh makna, yang memerlukan perhatian dengan penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan semakin bervariasi. Mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski pengucapannya juga belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik mendengarkan cerita yang lebih panjang dan kompleks. Jika diajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata sambung “sama”, misalnya “ani pergi ke pasar sama ibu”, untuk menggambarkan dan menyambung dua situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa menggunakan kata “aku”, “saya” “kamu” dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antara yang terjadi di masa lalu, masa kini dan masa sekarang.


Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Pada usia ini, anak Anda akan lebih senang bercakap-cakap dengan anak-anak seusianya dari pada dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika ia banyak dikenalkan dengan anak-anak seusianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial yang bisa memfasilitasi kemampuan sosial dan berkomunikasinya. Salah satu tujuan para orang tua memasukkan anaknya dalam nursery school adalah karena alasan tersebut, agar anaknya bisa mengembangkan kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun demikian, bahasa dan kata-kata yang diucapkan masih bersifat egosentris, namun lama kelamaan akan lebih bersifat sosial seiring dengan perkembangan usia dan keluasan jaringan sosialnya.

Sering-seringlah menceritakan cerita menarik pada anak Anda, karena sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk mengekspresikan emosi, menamakan emosi yang disimpannya dalam hati, dan belajar berempati. Dari kegiatan ini pula lah anak Anda tidak hanya belajar berani mengekspresikan diri secara verbal tapi juga belajar perilaku sosial.

Ceritakan padanya cerita yang lebih kompleks dan kenalkan beberapa kata-kata baru sambil menerangkan artinya. Lakukan ini secara terus menerus agar ia dapat mengingatnya dan mengenalinya dengan mudah ketika Anda mengulang cerita itu kembali di lain waktu.


3 - 4 Tahun


Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah; hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkannya, bisa mempengaruhi orang lain, bisa mengajak teman-temannya atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali konsep-konsep tentang kemungkinan, kesempatan, dengan “andaikan”, “mungkin”, “misalnya”, “kalau”. Perbendaharaan katanya makin banyak dan bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh. Anak-anak itu juga makin sering bertanya sebagai ungkapan rasa keingintahuan mereka, seperti “kenapa dia Ma ?”, “sedang apa dia Ma?”, “mau ke mana ?”


Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Hindari sikap mengkoreksi kesalahan pengucapan kata anak secara langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan semangatnya untuk belajar dan berusaha. Anda bisa mengulangi kata-kata tersebut secara jelas seolah Anda mengkonfirmasi apa yang dimaksudkannya. Dengan demikian, ia akan memahami kesalahannya tanpa merasa harus malu.

Pada usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti penjelasan sederhana. Oleh sebab itu, Anda bisa mulai mencoba untuk mengajaknya mendiskusikan soal-soal yang sangat sederhana; dan tanyakan apa pendapatnya tentang persoalan itu. Dengan cara itu, Anda melatih cara dan proses penyelesaian masalah pada anak Anda setahap demi setahap. Hasil dari tukar pendapat itu sebenarnya juga mempertinggi self-esteem anak karena ia merasa pendapatnya didengarkan oleh orang dewasa.

Mulailah mengeluarkan kalimat yang panjang dan kompleks, agar ia mulai belajar meningkatkan kemampuannya dalam memahami kalimat. Untuk mengetahui apakah ia memahami atau tidak, Anda bisa melihat respon dan reaksinya; jika ia melakukan apa yang Anda inginkan, dapat diartikan ia cukup mengerti kalimat Anda.

Anak-anak sangat menyukai kegiatan berbisik karena hal itu permainan mengasikkan buat mereka sebagai salah satu cara mengekspresikan perasaan, dan keingintahuan.

Pakailah cerita-cerita dongeng dan fabel yang sebenarnya mencerminkan dunia anak kita dan memakainya sebagai suatu cara untuk mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaannya. Dengan mendongeng, Anda mengenalkan padanya konsep-konsep tentang moralitas, nilai-nilai, sikap yang baik dan jahat, keadilan, kebajikan dan pesan-pesan moral lainnya. Jadikanlah saat-saat bersama anak Anda sebagai masa yang menyenangkan, ceria, santai dan segar. Buatlah ini menjadi kebiasaan di waktu-waktu tertentu, seperti sebelum tidur atau di waktu sore hari. (jr)

Gangguan Keterlambatan Bicara dan Faktor Penyebab
Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Pada umumnya mereka mempunyai perkembangan intelegensi dan sosial-emosional yang normal. Menurut penelitian, problem ini terjadi atau dialami 5 sampai 10% anak-anak usia prasekolah dan lebih cenderung dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan.

Penyebab dari keterlambatan bicara ini disebabkan oleh beragam faktor, seperti :

1. Hambatan pendengaran

Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga.

2. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-motor

Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.

3. Masalah keturunan

Masalah keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran. Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.

4. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua

Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun. Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan “memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa.

5. Faktor Televisi

Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anak-anak usia batita merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.

Adapun bentuk-bentuk suara atau pengucapan batita antara lain :

* Babbling

Sebagian anak di awal usia batita, melakukan babbling, yaitu mengeluarkan suara berupa satu suku kata, seperti "ma..." atau "ba.." Namun, itu masih belum bermakna. Jadi sekadar mengoceh atau bereksperimen. Sering-seringlah mengajaknya berkomunikasi, misal, "Adek mau main boneka ini?" Ucapkan hal itu dengan jelas sehingga lambat-laun anak dapat melakukan imitasi untuk dapat mengucapkan kata-kata yang jelas dan bisa dimaknai pula.

* Bahasa "planet"

Contoh, saat meminta sesuatu dia hanya menunjuk sambil mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti orang dewasa. Atau, Ia kemudian menggunakan bahasa tubuh, misalnya ketika masih ingin digendong, ia menarik ibunya sambil mengeluarkan suara tertentu yang maksudnya masih ingin digendong atau bermain dengan ibunya. Bahasa tubuh dijadikan bentuk komunikasi, misalnya ketika ia merasa haus, ia menunjuk atau mengambil gelas plastiknya sambil berkata, "Ma" atau kata lainnya yang belum bisa ditebak tapi maksudnya adalah ia ingin minum, misalnya. Untuk menghadapi hal ini, sebaiknya segera ketahui sesuatu yang dimaksud si kecil dengan cara menuju objek yang diinginkan.

* Sepotong-sepotong

Kemampuannya untuk menangkap, mencerna, dan mengeluarkan apa yang ingin diucapkan masih dalam tahap belajar. Wajar kalau pengucapan masih sering tersendat-sendat/ sepotong-sepotong, hanya pada bagian akhir kata. Misalnya, "minta" jadi "ta", minum jadi "num", dan lain-lain. Kita perlu meluruskan dengan mengucapkan berulang-ulang. Misal "Oh, Adek minta minum ya!"

* Sulit mengucapkan huruf/suku kata

Misalnya, kata mobil disebut "mobing". Atau toko jadi "toto" atau stasiun jadi "tatun". Pengucapan semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap artinya. Biasanya kendala ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

* Terbalik-balik

Contoh, maksud si kecil ingin mengatakan "Mau ikut ke pasar", tapi yang dia ucapkan, "pacang icut mau", dan sebagainya. Ini tentu saja membingungkan dan kadang sulit dipahami pihak yang diajak bicara. Tak perlu menyalahkan susunan kalimat si kecil karena bisa mengundangnya untuk terus mengulang yang salah. Jangan lupa, di usia ini, si kecil masih dalam masa negativistik sehingga senang membangkang. Sebaiknya coba luruskan dengan cara mengucapkan kalimat dengan susunan yang benar. "Oh, Adek mau ikut ke pasar, ya!" Lalu, berikan jawaban, "Adek boleh kok, ikut ke pasar."

* Cadel

Cadel bisa karena kelainan fisiologis, misalnya lidahnya pendek, tak punya anak tekak, atau langit-langitnya cekung. Untuk menanganinya tentu harus dikonsultasikan dengan dokter. Nah, yang sering terjadi adalah karena kurang/belum matangnya koordinasi bibir dan lidah. Biasanya "r" dibunyikan "l". Meski begitu, kecadelan tiap anak tidak sama persis.

Coba untuk meluruskan dengan cara memberi contoh mengucapkan yang benar. Tak perlu memaksakan anak harus langsung bisa karena belum saatnya ia bisa berucap dengan benar. Alih-alih berhasil, cara memaksa justru membuat si kecil stres. Ujung-ujungnya, malah tak mau berusaha meningkatkan kemampuan bicaranya. Tambah repot, kan? Akan tetapi, bila dibiarkan juga, mungkin anak akan terus berada dalam kecadelannya. Malah akhirnya akan makin sulit diluruskan.

* Salah makna kata/kalimat

Nah, meskipun si kecil sudah bisa mengucapkan kata-kata menjadi kalimat, namun masih sering terjadi salah makna. Tak jarang, rangkaian kalimat itu justru maknanya bisa beragam. Misal, "Ma, mau mamam cucu."

Hal seperti ini umumnya terjadi karena masih terbatasnya kemampuan si kecil untuk menggunakan kosakata yang ada dibenaknya menjadi sebuah kalimat seperti yang diinginkan. Untuk menghadapi hal ini, orangtua perlu meluruskan maksudnya, misalnya, "Oh, Adek mau makan?" Bila ternyata bukan itu maksudnya, coba bilang "Oh, Adek mau minum susu, ya!"

* Gagap

Gagap (stuttering) pada masa batita dianggap normal karena masih belajar mengembangkan keterampilan dan kemampuan bicara.

Paling banyak kegagapan ini terjadi di usia 18 bulan sampai kurang lebih 4 tahun. Misal, kata yang hendak diucapkan diulang-ulang, "Aku aku aku mau pipis." Atau anak sulit mengucapkan kata tertentu di awal atau di tengah, misalnya, "mmmmmama", "makkkkan."


Apa yang dapat memicu anak menjadi gagap?


Kesulitan menemukan kata. Anak balita masih dalam tahap belajar untuk mengembangkan kata. Sehingga mereka kebingungan menemukan kata atau kalimat yang tepat untuk mengekspesikan perasaannya pada saat marah, senang dan sedih.
Tekanan dari orang tua dan lingkungan. Perhatian yang berlebihan dari orang tua dan lingkungan karena cara bicara si anak yang gagap akan membuatnya semakin gugup dan kesulitan untuk keluar dari kebiasaan buruknya.
Hukuman yang terlalu keras. Jika anak sering sekali dimarahi biasanya akan memudahkan mengalami kebiasaan ini.



Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani anak yang gagap dalam berbicara:


Hindari kekesalan dan kekhawatiran. Bantu anak saat ia mencari kalimat yang tepat, jangan kesal dan memarahinya.
Merespon maksudnya, bukan bicaranya. Tunggulah anak anda selesai bicara saat mengungkapkan sesuatu. Kemudian berikan tanggapan atas apa yang ia ceritakan, bukan tentang cara bicaranya.
Posisi sejajar. Saat bicara dengan anak, biasakan dalam posisi sejajar, mata saling berhadapan, yang dapat dilakukan dengan cara jongkok atau berlutut. Hal ini memudahkan anak untuk bicara pada anda. Berikan perhatian pada apa yg ia utarakan.
Lambat dan tenang. Ajaklah anak untuk berbicara lambat dan tenang untuk mengatasi kebiasaan gagapnya.
Suasana yang nyaman. Ciptakan suasana yang nyaman dimanapun ia berada.
Menjaga anak dari ejekan. Hindari untuk mengejek, memarahi dan memberikan julukan tertentu yang menunjukan kebiasaan ini atau membiarkan orang lain atau temannya menertawakannya.
Jauhkan anak dari kondisi stress.



Gagap pada masa batita akan menghilang sendiri seiring dengan makin berkembangnya kemampuan berbicara. Akan tetapi, membiarkan anak dengan kegagapannya tidak juga dianjurkan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya jangan "menginterupsi" saat ia terlihat gagap, hindari memaksa dia untuk mengulang kata-kata yang tak lancar diucapkan, jadilah role model bicara yang baik.

ANOREXIA NERVOSA

ANOREXIA NERVOSA

Orang yang mengalami anoreksia atau lengkapnya anoreksia nervousa sangat ketakutan berat badannya berlebihan. Orang tersebut akan makan dalam jumlah sangat sedikit dan berolah raga secara berlebihan untuk menjaga tubuhnya agar tetap ideal. Biasanya penderita anoreksia nervousa mengalami tanda-tanda sebagai berikut:
· Menolak untuk mempertahankan berat badan dan cenderung selalu ingin tampil lebih kurus.
· Selalu takut berat badannya semakin naik, padahal dalam kenyataan berat badannya semakin kurus saja.
· Berhenti menstruasi tiga bulan berturut-turut atau lebih padahal dalam kondisi tidak hamil
Biasanya anoreksia diderita oleh remaja, namun dalam beberap kasus dijumpai pula pada anak usia 5 tahun dan ada pula pada usia lanjut yang berusia 60 tahunan. Gejala anoreksia dapat bermacam-macam tergantung pada penderitannya. Penyakit ini dapat hilang-timbul, tiba-tiba membaik tetapi dapat muncul lebih buruk secara tiba-tiba pada penderita, bahkan semakin buruk tanpa ada kemungkinan membaik sama sekali.
Penderita anoreksia beranggapan bahwa kulit dan daging tubuhnya sebagai lemak yang harus dilenyapkan. Dengan tidak adanya lemak ditubuh penderita, menyebabkan kegiatan duduk dan berbaring merupakan kegiatan yang tidak nyaman (karena terlalu kurus), penderita biasanya juga sulit untuk tidur. Selanjutnya penderita berangsur-angsur menarik diri dari teman dan keluarganya, ia lebih senang menyendiri.
Penderita anoreksia seringkali mengalami penurunan tekanan darah, napas melemah, pada wanita dewasa menstruasi terhenti, pada anak wanita yang beranjak dewasa mungkin tidak akan mulai mengalami menstruasi sama sekali, kelenjar tiroid yang mengatur pertumbuhan berangsur-angsur menghilang. Kulit menjadi kering, rambut dan kuku menjadi rapuh dan mudah patah.
Seiring itu penderita sering mengeluh pusing (karena kerja kontraksi periodik dinding lambung dan gerakan menggiling makanan di usus terus terjadi dan bila terjadi berlarut dapat menyebabkan tukak lambung dan radang usus), kedinginan yang disebabkan hilangnya lemak tubuh, susah buang air besar (karena memang tidak ada lagi sisa yang disebabkan tidak adanya makanan yang cukup), lemas (energi yang dihasilkan dari makanan), dan terjadi pembengkakan sendi. Scara alamiah pada saat itu juga banyak rambut tumbuh di permukaan tubuh termasuk di muka dan dengan perubahan kimia yang demikin dahsyat menyebabkan penderita mudah terserang sakit jantung.
Penderita seharusnya segera ditangani, bila sudah berlarut-larut lebih sulit untuk pulih dengan segera. Walau kondisi badan anda di cermin sudah demikian kurus tetap saja pikiran mengatakan bahwa masih gemuk. Hal ini memang cukup sulit untuk dipulihkan, apalagi hal ini telah terjadi dalam jangka waktu yang sudah cukup lama. Banyak penderita anoreksia yang dirawat dirumah sakit dalam kondisi yang sangat menyedihkan tubuhnya hanya tulang dibalut kulit, tetapi tetap saja ia merasa gemuk. Dalam menangani permasalahan ini keluarga harus aktif membantu penderita agar penderita dapat pulih. Bantuan psikolog dan ahli gizi sangat diperlukan. Langkah awal yang harus Sari lakukan adalah mengkomunikasikan permasalahan yang dihadapi pada orang tua. Untuk sementara jangan tinggal dikost sampai kondisi pulih seperti semula. Sebaiknya perawatan/terapi dilakukan secara intensif dan dapat dilakukan di rumah, kurang lebih dalam waktu setahun. Tetapi bila kondisi sangat payah maka harus rawat inap di rumah sakit.
Pada langkah awal Sari harus menyadari bahwa kondisi tubuh sekarang ini sangat kurus dan yakinkan diri untuk menghilangkan perasaan takut gemuk dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri. Perhatikan tubuh di depan cermin, sadari benar bahwa tubuhmu memang sangat kurus. Keyakinan diri ini akan lebih kuat bila dibantu ahli permasalahan ini yaitu dokter atau psikolog.
Segeralah beritahu keluarga dengan terus terang, agar mereka mendukung dan memberi support untuk dapat pulih seperti sedia kala. Konsultasikan secara berkala dengan psikolog, dan sangat disarankan untuk berkonsultasi juga dengan ahli gizi. Bantuan ahli gizi sangat penting, mengigat kondisi Sari saat ini yang bisa dibilang cukup memprihatinkan. Ahli gizi tahu benar seberapa besar asupan yang dibutuhkann oleh penderita untuk dapat segera pulih kondisi kesehatannya. Langkah awal yang harus segera Sari lakukan adalah sesegera mungkin meminta bantuan dokter/psikolog. Semoga jawaban ini dapat membantu anda.

Sumber bacaan:
· PPDGJ III, hal. 228 / ICD 10, hal. 176
· W.M Roan, 1979, Ilmu Kedokteran Jiwa, Psikiatri, hal. 230

PERILAKU AGRESI


PERILAKU AGRESI

Adalah perilaku fisisk maupun verbal yg diniatkan untuk melukai objek yg mnjadi sasaran agresi(Myers). Secara umum agresi adalah tanggapan yg mampu memberikan stimulus merugikan atau merusak thdp organisme lain.

3 syarat perilaku agresi :
- terdapatnya niat individu untk menimbulkn penderitaan atau kerusakan pada suatu obyek atau sasaran.
- Tedapat harapan bhw suatu perilau dpt menimb penderitaan atau kaerusakan pada diri obyek sasaran.
- Adanya keinginan obyek sasaran untk menghindari perlakuan yg merugikan yg diberikan oleh perilaku tindakan agresi.

Perspektif teoritis tentang perilaku agresi :
- teori insting--> manusia memiliki insting bawaan secara genetis unuk berperilaku agresi.
- Agresi sebagai reaksi terhadap peristiwa yg tdk menyenangkan.

Teori hipotesisi frustasi-agresi berpendapat bahwa agresi merupakan hasil dari dorongan untuk mengakhiri keadaan frustasi seseorang.
- Agresi sebagai perilaku sosial yg dipelajari
Perilaku agresi merupakan hasil dari proses belajar sosial. Dalam memahami perilaku agresi, aliran ini ( bahwa mausia tdk dilahirkan bersama insting2 negatif pada dirinya) mengemukakan 3 informasi yg perlu diketahui--> cara perilaku agresi diperoleh, ganjaran dan hukuman yg berhubungan dengan suatu perilaku agresi, faktor2 sosial dan lingkungan yg memudahkan timbuknya perilaku agresi.
- Perilaku agresi yg dimediasi oleh penilaian kognitif
menjelaskan bahwa reaksi individu terhadap stimulus agresi sangat bergantung pada cara stimulsitu diinterpretasi oleh individu.

Strategi2 mengurangi perilaku agresi

- hukuman--> hukuman menjadi instrumen efektif di bawah kondisi2 sbb : hukuman hrs diberikan segera stlh peilaku agresi terjadi; besarnya tingk hukuman harus setimpal;hukuman hrs diberikan setiap kali perilaku agresi timbul.
- Katarsis--> pemberian kesempatan pada individu yg memiliki kecenderungan pemarah untuk berperilaku keras, tetapi dalam cara yg tdk merugikan, akan mengurangi itngk rangsang emosional dan tendensi untuk melakukan serangan thdp org lain.
- Pengenalan terhadap model non-agresif
dapat mengurangi dan mengendalikan perilaku agresi individu. Individu yg mengamati model non agresif menunjukkan tingkat agesi yg lebih rendah daripada individu yg tdk mengamati model perilaku non-agresif.
- Pelatihan ketrampilan sosial
dapat mengurangi timbulnya perilaku agresi. Seringkali, individu2 yg memiliki ketrampilan sosial rendah, cenderung melakukan tindakan agresi dalam suatu konteks sosial.

PRASANGKA

PRASANGKA

Adalah sejenis sikap yang ditujukan kepada anggota suatu kelompok tertentu berdasar pada ciri2 keanggotaan pada kelompok itu.

3 komponen utama prasangka: kognitif (keyakinan2 dan harapan2 individu terhadap anggota dari suatu kelompok masy. Tertentu). Afektif (perasaan atau emose negatif individu apabila seseorang berjumpa atau bahkan hanya berpikir tentang angota suatu kelompok masy. Tertentu). Komponen perilaku (tendensi individu untuk berperilaku dalam cara2 yg bersifat negatif thdp anggota suatu kelompok masy tertentu).

- Faktor2 penyebab timbulnya prasangka:
4 faktor utama menurut Baron and byrne :
- konflik antar kelompok secara langsung
- kategori sosial
- pengalaman belajar di masa awal
- beberapa aspek dalam kognisi sosial.

Teori realistik konflik --> umumnya konflik antar kelompok secara langsug timbul sebagai akibat dari terjadinya kompetisi antar kelompok untuk menguasai komoditi2 yg dipanang memiliki nilai yg berharga.

Teori kategori sosial--> individu2 membagi dunia sosial menjadi 2 kategori ekstrim yg saling terpisah satu dengan yang lain.2 kategori itu adlah kelompok dalam pada satu sisi dan kelompok luar pada sisi yg lain.. Individu membagi kelompok menjadi kategori 'kita' dan kategori 'mereka'.
'Kita' menglompokkan orang2, termasuk dirinya sendiri, ke dalam kategori tertentu.
'Kita' m'identifikasi diri kita ke dlm kelompok tertentu ( sbg kelompok dlm) dan membuat semacam penilaian diri berdasar identifikasi itu.
'Kita' membandingkan diri kita dengan kelompok lain berpijak pada penilaian positif yg bersifat bisa kepada kelompok sendiri.

Teori belajar sosial--> anak mempelajari sikap negatif suatu kelompok sosial tertentu sering kali krn mereka dikenalkan dengan pandangan2 semacam itu oleh lingkungannya atau mrk sering mendapat ganjaran apabila memp'lihatkn peilaku itu.

Beberapa gejala kognisi sosial yg dpt meberikan kontribusi bagi timbulnya prasangka :
- korelasi ilusif : kecenderungan individu untk mempersepsi kesimpulan ttg adanya hub antar variabel, meskipun dlm kenyataan tdk ada.
- Ilusi ttg keseragaman kelompok luar: kecenderungan individu untuk mempersepsi kesimpulan bhwa anggota2 kelompok tertentu memiliki bnyk kesamaan, ketimbang apabila ia mempersepsi kelompoknya sendiri.

- Stereotip--> pengetahuan dan kyakinan ttg ciri2 kelompok sosial yg sering kali bersifat negatif.

Strategi2 mengrurangi prasangka :
- m'ubah praktek2 pengasuhan anak manuju praktek pengasuhan yg lebih kondusif m'hargai kelompk2 lain dlm sudut pandang yg brsifat obyektif.
- Meningk. Kontak antar kelompok secara langsung.

Rabu, 06 Agustus 2008

TRANSEKSUAL dan TRANSGENDER

TRANSEKSUAL dan TRANSGENDER

Transeksual adalah orang yang identitas gendernya berlawanan dengan jenis kelaminnya secara biologis. Mereka merasa “terperangkap” di tubuh yang salah. Misalnya, seseorang yang terlahir dengan anatomi seks pria,tetapi merasa bahwa dirinya adalah wanita dan ingin diidentifikasi sebagai wanita. Transeksual-lah yang dapat menimbulkan perilaku homo atau lesbian, namun transeksual tidak dapat disamakan dengan homo. Bisa saja seorang pria transeksual tertarik pada pria lain karena merasa bahwa dia seorang wanita dan wanita mestinya tertarik pada pria (www.e-psikologi.blogspot.com,2006).

Transgender adalah orang yang cara berperilaku atau penampilannya tidak sesuai dengan peran gender pada umumnya. Transgender adalah orang yang dalam berbagai level “melanggar” norma kultural mengenai bagaimana seharusnya pria dan wanita itu. Seorang wanita, misalnya, secara kultural dituntut untuk lemah lembut. Kalau pria yang berkarakter demikian, itu namanya transgender. Orang-orang yang lahir dengan alat kelamin luar yang merupakan kombinasi pria-wanita juga termasuk transgender. Transgender ada pula yang mengenakan pakaian lawan jenisnya, baik sesekali maupun rutin. Perilaku transgenderlah, yang mungkin membuat beberapa orang mengganti jenis kelaminnya, seperti pria berganti jenis kelamin menjadi wanita, begitu pula sebaliknya. (www.e-psikologi.blogspot.com,2006).


B. Teori-teori psikologi social yang ada hubungannya dan dapat mempengaruhi perilaku transeksual dan transgender
- Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses belajar warga masyarakat suatu kelompok kebudayaan tentang nilai-nilai social yang berlaku dalam masyarakat itu. Sosialisasi adalah proses yang berjalan sepanjang hidup social manusia itu sendiri (Hollander,1982)
Socialization is the term used for the process by which individuals learn and perform behaviour, expected of them by society. In order to survive and work together, people have to agree on certain common values, and conduct themselves accordingly (www.thefamily.or,1992). ( Sosialisasi adalah istilah digunakan untuk menunjukkan proses di mana individu belajar dan melaksanakan perilaku, dalam lingkup masyarakat. Untuk dapat bertahan dan bekerja sama, orang-orang telah bersedia untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai umum tertentu, dan sebagai pengatur diri mereka daqlam berperilaku ).
1. Teori belajar social
Teori belajar social mengemukakan bahwa melalui belajar pengamatan (observational learning), individu dapat memiliki pola perilaku baru. Dalam kasus-kasus psikologi,istilah belajar pengamatan memiliki padanan makna dengan istilah-istilah seperti imitasi atau permodelan (modeling). Istilah-istilah itu mengacu pada kecenderungan individu untuk memunculkan perilaku,sikap dan respon emosional berdasar pada peniruan terhadap model yang disimbolkan (Zanden,1984).
Perilaku transeksual dan transgender,dapat disebabkan karena adanya pengamatan seseorang terhadap lingkungannya. Misalnya,apabila seseorang berada dalam lingkungan yang kesehariannya dipenuhi masyarakat yang berperilaku transeksual atau transgender, maka secara langsung maupun tidak langsung, ia juga dapat menanamkan perilaku tersebut pada dirinya.

2. Teori perkembangan social
Ahli psikologi Jean Piaget (1896-1980) mengemukakan tahap-tahap kognitif dalam perkembangan pemikiran anak. Tahap-tahap perkembangan kognitif ini akan selalu dilalui oleh semua manusia yang normal, yang berkembang menuju kematangan kemampuan berpikir. Perkembangan bermula dari tahap yang paling kongkret dan sederhana menuju tahap yang paling abstrak dan kompleks. Jean Piaget membagi perkembangan kecerdasan anak menjadi 4 tahap (Sprinthal dan Sprinthal,1990). Keempat tahap itu adalah tahap motor sesorik (awal kelahiran-18 bulan); tahap berpikir pra-operasional (18 bulan-7 tahun); tahap operasi kongkrit (7 tahun-11 tahun); tahap operasi formal (11 tahun-keatas) (Hanurrawan, 2004)
Sedangkan Kohlberg (Stephan dan Stephan,1990),menyatakan bahwa tahap perkeembangan moral seorang anak bersifat paralel dengan keempat tahap perkembangan kognitifnya. Kohlberg mengemukakan bahwa terdapat 3 tingkat moral. Pada setiap tingkat terdapat 2 tahap perkembangan. Yaitu, tingkat satu (moralitas pra-konvensional); tingkat kedua (moralitas konvensional); dan tingkat ketiga (moralitas pasca-konvensional).
Dalam kasus transeksual dan transgender, teori perkembangan kognitif juga berpengaruh dalam pembentukan perilaku tersebut. Misalnya, apabila pada waktu kecil seorang anak tidak mendapatkan pendidikan moral yang baik, maka anak akan kurang dapat memahami nilai-nilai moral yang berlaku. Anak menjadi kurang pandai dalam memilah memahami baik buruknya suatu perbuatan atau kejadian,sehiangga anak akan mengaggap bahwa perilaku transeksual dan transgender adalah perbuatan yang lazim.

3. Teori Psikoanalisis
Sigmund Freud, memandang proses sosialisasi berdasar pada tahap-tahap psikoseksual dan dinamika kepribadian. Sigmund Freud meyakini bahwa sosialisasi individu akan melewati periode-periode psikoseksual, yaitu mulai masa anak sampai masa dewasa. Secara khusus, Sigmund Freud memiliki pandangan bahwa pengalaman pada masa anak awal memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan kedewasaan individu di masa mendatang. Freud membagi menjadi 5 tahap perkembangan yaitu ; masa oral, anal, falik, laten dan genital (Hanurrawan,2004).
Berkembangnya perilaku transeksual dan transgender dapat disebabkan karena kurangnya peran orangtua dalam memberikan pengertian kepada anak, ketika anak dalam tahap falik, yaitu usia 3 tahun sampai 5 tahun. Pada tahap ini, sumber kenikmatan seorang anak adalah pada organ-organ seksualnya. Menurut Freud, seorang anak yang tidak dapat melewati tahap ini secara baik akan mengalami gangguan dalam pembentukan identitas gendernya. Jadi,apabila pada tahap ini si anak tidak dapat memahami identitas gendernya dengan baik, si anak dapat merasa bingung dengan fungsi gendernya.
Selain itu, kurangnya pengertian orang tua pada periode perkembangan akhir, yaitu tahap genital ( usia 11 tahun ke atas ), juga dapat berpengaruh terhadap tumbuhnya perilaku transeksual dan transgender. Pada tahap ini, sumber kenikmatan individu adalah pada hal-hal yang berhubungan dengan relasi sosial dengan lawan jenis. Apabila individu tidak mendapat pengertian tentang siapa lawan jenisnya dengan baik, maka anak akan menjadi bingung, apakah seharusnya perempuan memiliki reaksi kenikmatan terhadap laki-laki, demikian juga sebaliknya.



TEORI BELAJAR SOSIAL BANDURA

TEORI BELAJAR SOSIAL BANDURA

● Konsep saling menentukan
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yg terus menerus. Orang menentukan atau mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol kekuatan lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu.
● Tanpa penguatan (beyond reinforcement)
Menurutnya, reinforcement penting dalam menentukan suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi bkn satu2nya pembentuk tingkah laku.Orang dpt melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yg dilihatnya.
● Pengaturan diri/berfikir (self-regulation/cognition)
Konsep Bandura menempatkn manusia sbg diri pribadi yg dpt mengatur diri sendiri(self-regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsejuensi bagi tingkah lakunya sendiri.

STRUKTUR KEPRIBADIAN
● Pengaruh yg ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tdk dpt dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan dan kekuatan peramaln. Dgn kata lain self iakui sbg unsur struktur kepribadian.

REGULASI DIRI
1. Faktor eksternal dalam regulasi diri
● Faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku
● Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement)
2. Faktor internal dalam regulasi diri
● Observasi diri (self regulation) dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri dst.
● Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgemental proscess) adalah melihat kesesuaian tingkah laku dgn standar pribadi, mmbandingkan tingkahlaku dgn norma standar, menilai bdsk pentingnya suatu aktivitas dan memberi atribusi performansi.
● Reaksi diri afektif (self response) akhirnya bdsk pengamatan dan judgement itu, org mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kmudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri.

EFIKASI DIRI (SELF EFFICATION)
● adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bhw diri memiliki kemampuan melakukan tindakan dan harapan.
● Ekspektasi hasil adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yg dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.
● Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yg baik atw buruk, tepat atw salah, bisa ayw tdk bisa mengerjakan sesuai dengan yg dipersyaratkan.

SUMBER EFIKASI DIRI
- Pengalaman performansi
- Pengalaman vikarius
- Persuasi sosial
- Keadaan emosi

EFIKASI DIRI SBG PREDIKTOR TINGKAH LAKU
- Sumber pengontrol tingkah laku adalah respirokal antara lingkungan, tingkah laku dan pribadi.
- Efikasi diri merupakan variabel pribadi yg pntg, yg kalau digabung dgn tujuan2 spesifik dan pemahaman mengenai prestasi akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yg pntg.
- Setiap individu mempunyai efikasi diri yg berbeda2 pd situasi yg berbeda,t'gantung pd :
- 1. kemampuan yg dituntut oleh siatuasi yg berbeda itu
- 2. kehadiran org lain, khususnya saingan dlm situasi itu
- 3. keadaan emosional dan fisiologis : kelelahan, kecemasan, apatis, murung.

EFIKASI KOLEKTIF
adalah keyakinan masyarakat bhw usaha mrk secara bersama2 dpt menghasilkn perubahan sosial tertentu.

DINAMIKA KEPRIBADIAN
Motivasi adalah konstruk kognitif yg mempunyai 2 sumber, gambaran hasil pada masa yg akan datang (yg dpt menimbulkn tingkahlaku saat ini). Dan harapan keberhasilan didasarkan pd pengalaman menetapkn tujuan2.

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
● Belajar melalui observasi
obsevasi jauh lbh efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung.
● Peniruan (modelling)
modelling bukan sekedar menirukan atw mengulangi apa yg dilakukn org lain, tapi meibtkn penambahan atw pengurangan tingk laku yg teramati, menggeneralisir pengamatan sekaligus, meibatkan pros kogntitf.
● Modelling tingkah laku baru
org dpt mendpt ting laku baru, dimungkinkan krn adanya kemampuan kognitif.
Modelling mempunyai 2 mcm dmpak thd tingk laku :
1. tingkh laku model y diterima scr sosial dpt memperkuat respn yg sdh dimiliki penguat.
2. Tingkh laku model yg tdk dpt diterima scr sosial dpt memperkuat atw memperlemah pengamat untk melakukn tingkh laku yg diterime scr sosial, t'gntung apakh tingkh laku model itu diganjar atw dihukum.

Modelling simbolik
Film dan televisi menyahikn conth tingk laku yg tak t'hitung yg mempengaruhi pengamatan.
Modelling kondisioning
modelling dpt dagabund dgn kondisioning klasik vicarius, yg bnyk dipakai untuk mempelajari respon emosional.

FAKTOR2 PENTING DLM BELAJAR MELALUI OBSERVASI
● Perhatian (attention proscess): sebelum meniru org lain, perhatian hrs dicurahkan ke org tsb.
● Represntasi: tingkh laku yg akan ditiru, hrs disimbolisasikan dlm ingatan, baik dlm bntuk verbal atw imajinasi.
● Peniruan tingk laku model (behavior production proscess) : sesudah mengamati dgn penuh perjatian dan memsukkannya dlm ingatan, org lalu brtingkh laku
● Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement proscess) : belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pebelajar memiliki motivasi yg tinggi untuk dpt melakukn tingkh laku modelnya.

DAMPAK BELAJAR
1. Pemberi informasi : memberi informasi mengenai dampak dari tinkh laku. Informasi ini dpt disimpan untk dipakai membimbing tink laku pd masa akan dtg.
2. Memotivasi tingkh laku yg akan dtg : menyajikn data shg org dpt membygkn scr simbolik hasil tingkah laku yg akan dilakukannya sesuai dgn permaln2 yg dilakukannya.
3. Penguat tingkah laku : keberhasilan tingkahlaku akan menjadi penguat shg tingkh laku berpeluang diulang, sebaiknya kegagalan akan membuat tingkahlaku cenderung tdk diulangi.

STUDI KASUS BIMBINGAN DAN KONSELING

STUDI KASUS BIMBINGAN DAN KONSELING
Disusun Oleh : Obed Agung Nugroho S,Pd.

Dalam era kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh perkembangan dunia akan tetapi belum tentu dimbangi dengan perkembangan karakter dan mental yang mantap.
Seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai tugas yaitu membantu siswa untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dan dalam perkembangan siswa.
Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor – pihak yang berkompeten – perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.
Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung – seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui.
Studi kasus akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.

Pengertian Studi Kasus
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan 2 (dua) pengertian tentang Studi kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ;
Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).
Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.

Tujuan Studi Kasus
Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.

Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental.

Ciri-ciri Studi kasus
Metode Studi kasus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Mengumpulkan data yang lengkap; studi kasus memerlukan data yang komprehensif dari setiap aspek kehidupan siswa. Data yang lengkap sangat menentukan identifikasi dan analisis masalah. Apabila data tidak lengkap dan terjadi kesalahan dalam identifikasi dan analsis masalah maka besar kemungkinan terjadi salah penanganan (treatment) dan bahkan dapat terjadi malpraktik.
Bersifat rahasia ; studi kasus tidak dapat dipisahkan dari bimbingan dan konseling, maka salah satu kode etik dalam konseling yaitu asas kerahasiaan. Asas kerahasiaan sangat penting untuk menjaga kepercayaan konseli (baca : siswa). Disisi lain, sangat mungkin informasi yang diperoleh belum pasti apa adanya, maka sangat berbahaya apabila informasi tersebut tersebar dan timbul salah persepsi kepada individu dari berbagai pihak. Dan hendaknya hanya konselor yang menangani dan pihak-pihak yang dianggap perlu mengetahui keadaan konseli sebenarnya.
Dilakukan secara terus menerus (kontinyu): studi kasus juga merupakan proses memahami perkembangan siswa, maka perlu dilakukan pemahaman secara terus menerus sehingga terbentuk gambaran individu yang obyektif dalam berbagai segi kehidupan individu yang berpengaruh pada masalah yang dihadapinya.
Pengumpulan data dilakukan secara ilmiah: studi kasus harus bisa dipertanggung jawabkan secara rasional dan obyektif. Maka pengumpulan data juga harus dilakukan secara ilmiah dengan mengacu kaedah-kaedah yang rasional dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan validitasnya.
Data yang diperoleh dari berbagai pihak : Data yang dikumpulkan dalam studi kasus haruslah relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Pengumpulan data tentang siswa yang bermasalah didapatkan dari berbagai pihak yang berhubungan dengan siswa tersebut. Untuk memilih pihak sumber informasi perlu mengingat hubungan orang tersebut apakah dekat/mempengaruhi dalam permasalahan siswa, mempunyai informasi yang dapat dipertanggung jawabkan yang bukan berdasarkan gossip, rumor atau kabar burung, mempunyai informasi yang relevan dengan permasalahan individu.

Alat / Metode Pengumpulan data dalam studi kasus
Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa. Yaitu ;
kartu pribadi
angket
wawancara informatif
buku rapor
home visit
testing
rating scale
otobiografi
sosiometri
studi dokumentasi
Daftar Cek Masalah (DCM)
Karena di kebanyakan sekolah pelayanan Bimbingan dan Konseling baru mulai dikembangkan, dan alat pengumpulan data dan pengumpulan data tidak mungkin diadakan secara serentak, tidak mungkin dan bijaksana untuk mulai menggunakan alat-alat itu sekaligus. Maka ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai secara efektif dan efisien.
Data yang dikumpulkan dalam Studi Kasus
Data yang dikumpulkan dalam studi kasus adalah sebagai berikut;
identitas diri
latar belakang keluarga
lingkungan hidup (social ekonomi)
riwayat pertumbuhan dan perkembangan
riwayat kesehatan
testing dalam berbagai bidang
riwayat pendidikan sekolah
pola kesusilaan dan keyakinan hidup
riwayat pelanggaran hidup
pergaulan dengan teman-teman.
Langkah-langkah dalam Studi kasus
perencanaan
pengumpulan data
penggunaan dan pengolahan data
sintesa dan interpetasi data
membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan
evaluasi dan follow up

Bagian-bagian Studi Kasus
Studi kasus sebagai metode untuk mengadakan persiapan konseling dapat kita lihat adannya bermacam-macam bagian, yaitu ;
data identitas (data pengenal)
tanda-tanda atau gejala yang nampak
data-data disekitar klien;
a. latar belakang keluarga (family background) antara lain;
- lingkungan rumah
- hubungan antar keluarga
- disiplin dalam rumah
- status perkenomian keluarga
- bagaimana pola asuh orang tua, dan sikap anak kepada orang tua.
b. Latar belakang jasmani dan kesehatan anak, antara lain ;
- kesehatan anak pada umumnya
- ciri-ciri jasmani
- keadaan alat indera pada umumnya
- keadaan physical defect (jika ada)
c. Data mengenai pendidikan
- hasil kemampuan belajar (record) di sekolah
- kemajuan dan kemunduran di sekolah
- kemampuan mengikuti pelajaran, dsb
d. Social Behavior dan minatnya:
- hobinya
- hubungan sosialnya
- kepercayaan kepada diri sendiri
- inisiatifnya, dsb
e. Data Psycho Test (Kejiwaan) :
- perhatiannya
- bakatnya
- achievementnya, dsb
Contoh data dan metode Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan melalui beberapa metode, yang terangkum di bawah ini;

No.
Jenis Data
Alat/Metode Pengumpulan Data
1.
Latar Belakang Keluarga
Kuisoner, Wawancara Informatif, Home Visit, Otobiografi
2.
Riwayat Sekolah
Kuisoner, Wawancara Informatif, Otobiografi, Studi Dokumentasi
3.
Hasil Belajar
Tes Hasil Belajar, Studi Dokumentasi (Raport)
4.
Kemampuan Intelektual
Tes Intelegensi, Studi Dokumentasi (rapor)
5.
Bakat Khusus
Tes Bakat Khusus, Wawancara Informatif (buku rapor)
6.
Minat
Tes Minat, Kuisoner, wawancara informative
7.
Kesehatan Jasmani
Kuisoner, wawancara informative, home visit, studi dokumentasi
8.
Sikap/Sifat Kepribadian
Anekdota, rating scale, sosiometri, otobiografi, tes kepribadian
9.
Rencana Hari Depam
Kuisoner, wawancara informative, otobiografi

Setiap masalah yang dialami oleh siswa terdapat gejala yang mengiringinya. Gejala bukanlah masalah intinya namun adalah perilaku menyimpang yang mengindikasikan bahwa seseorang mengalami masalah. Berikut ini merupakan contoh kasus, yang dapat ditangkap gejala yang menunjukan masalah bagi siswa.
Contoh kasus I
Seorang siswa SMU kelas II IPS, laki-laki menunjukan gejala jarang masuk sekolah, sering melanggar tata tertib sekolah, dan prestasi belajarnya rendah.
Siswa tersebut sering bolos, terutama kalau akan menghadapi mata pelajaran matematika. Pada akhir tahun yang lalu yang bersangkutan termasuk salah seorang yang dipermasalahkan untuk kenaikan kelasnya. Di rumah, siswa tersebut tidak mempunyai tempat belajar sendiri; dia belajar di tempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehingga seringkali terlambat masuk sekolah.
Data lain menunjukan bahwa siswa yang bersangkutan adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Tiga orang saudaranya sudah berada di Perguruan Tinggi, dan salah seorang adiknya juga berada di kelas III IPA di sekolah yang sama.
Siswa yang bersangkutan sebenarnya kurang berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya.
Ada beberapa gejala yang terdapat pada kasus di atas, yaitu :
Jarang masuk sekolah atau sering bolos.
sering melanggar tata tertib sekolah
prestasi belajarnya rendah.
sering terlambat masuk sekolah
kurang berminat terhadap bidang studi IPA dan Matematika.
bentrok dengan salah seorang Guru
Temukan Gejala-gejala yang menunjukan masalah, pada contoh kasus II ;
Contoh kasus II
DH seorang gadis berumur 16 tahun dia merupakan siswi Kelas II di sebuah sekolah swasta yang cukup elite. DH gadis yang cukup cantik dikalangan teman-temannya. orang tuanya cukup kaya dibanding dengan teman satu sekolahnya. Gadis ini merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah DH bekerja di bidang pertambangan, oleh karena tuntutan pekerjaan, ayah DH harus bekerja sebulan penuh di luar pulau. Dan kiemudian cuti selama 2 minggu sesudahnya. Ibu DH bekerja sebagai seorang Guru di SMP negeri di kotanya. Ibu DH bekerja hingga tengah hari, sering DH dijemput dan pulang bersama ibunya mengendarai motor ibunya. Dan kakak laki-laki DH menuntut ilmu di Perguruan Tinggi di lain kota, dan kakak DH pulang pada saat libur akademik.
DH mempunyai fasilitas belajar yang sangat lebih. Tidak pernah DH merasa sangat kekurangan. DH gadis yang sangat di sukai di sekolahnya, oleh karena cantik dan kaya. Namun prestasi belajar DH biasa-biasa saja. Tidak ada yang menarik dari DH selain kecantikan, kekayaan, dan sikap mudah bergaul dengan orang lain.
DH seperti halnya remaja lain, yang masih senang terus dan masih sangat kurang memikirkan resiko-resiko atas tindakannya. DH mempunyai Hand Phone dengan fitur canggih dilengkapi kamera dan pemutar video digital. Dari Handphone ini DH sering menonton film biru – porno, yang didapatkannya dari teman – temannya atau dari internet. Selain itu DH juga serng mengakses film porno di internet. Seolah DH sudah mulai kecanduan film porno yang digemari bersama-sama teman-temannya.
DH remaja yang merasakan cinta pertama, dia mempunyai pacar seorang mahasiswa tingkat awal di sebuah perguruan tinggi di kotanya. Oleh cinta pertama ini DH berani banyak berkorban untuk hubungannya. Dia pernah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya di rumah pacarnya , saat orang tuanya pergi.
Perubahan banyak terjadi pada DH, DH sering membolos dari sekolah. Dan pacaran di rumahnya yang dalam keadaan sepi, atau di tempat-tempat wisata yang menyediakan penginapan. Bahkan pada akhir minggu DH berbohong pada orang tuanya dengan alasan pergi ke rumah teman wanita ternyata pergi bersama pacarnya. DH sudah mulai kecanduan pada hubungan suami istri.
DH mengalami kemunduran dalam prestasi belajarnya. Di kelas sering melamun, dan terlihat susah konsentrasi. Saat melamun DH tampak kuatir. Dia lebih sering mencoret-coret buku catatannya, sehingga DH sering tidak mempehatikan pelajaran yang diikutinya. Oleh karena itu DH sering mengerjakan PR saat pagi hari di sekolah dengan meminjam pekerjaan temannya, juga sering tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru.

2. Kasus dan kaitannya dengan bidang-bidang bimbingan konseling
a. permasalahan yang dialami siswa di SMU dapat dibedakan atas 4 bidang, yaitu ;
1. Masalah siswa dalam hal pribadi
Pada kasus I terlihat masalah siswa yang bertalian dengan masalah pribadi yang berkaitan dengan moralitas ialah:
· melanggar tata tertib sekolah,
· membolos
· terlambat masuk sekolah
2. Masalah siswa dalam hubungan social
Yang berkaitan dengan masalah social pada kasus I ialah ;
· Bentrok dengan guru
3. Masalah siswa dalam belajar
Yang berkaitan dengan masalah belajar atau pencapaian prestasi akademik yaitu;
· Prestasi belajar yang rendah
· Kurang berminat pada IPA
4. Masalah siswa dalam hal karier
b. Format untuk melihat masalah siswa menurut bidang bimbingan.
Format ini digunakan sebagai suatu teknik untuk membantu para praktikan bimbingan dan konseling di sekolah untuk memeriksa, apakah permasalahan yang dialami siswa itu meliputi bidang apa saja. Kemudian setiap bidang masalah dapat dikenali gejalanya meliputi apa saja
Contoh Format Inventarisasi gejala masalah siswa menurut bidang bimbingan
Nama Konseli : … … … … … … … … … … … …
Jenis Kelamin : … … … … … … … … … … … …
Kelas : .. … … … … …. …. …. …. … … ..

1. Masalah Pribadi :
a. : … …. …. …. …. …. … …. … … .. … .
b. : … … … … … … … … … … … … … .
c. : .. … .. … … … … … … … … … … …
2. Masalah Sosial :
a. : … … … … … … … … … … … … … …
b. : … … … … … … … … … … … … … …
c. : … … … … … … … … … … … … … …
3. Masalah Belajar
a. : … … … … … … … … … … … … … …
b. : … … … … … … … … … … … … … …
c. : … … … … … … … … … … … … … …
4. Masalah Karier
a. : … … … … … … … … … … … … … …
b. : … … … … … … … … … … … … … …
c. : … … … … … … … … … … … … … …

3. Rincian, Sebab dan Akibat Suatu Kasus
Di bawah ini akan dipaparkan contoh-contoh rincian permasalahan dalam suatu kasus, kemudian menyajikan perkiraan sumber penyebabnya serta perkiraan akibat yang mungkin timbul jika kasus itu tidak ditangani.
kemungkinan penyebab dan akibat suatu kasus
Salah satu langkah yang perlu dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling untuk menangani suatu kasus seseorang siswa ialah mengetahui kemungkinan sumber penyebab masalahnya sebagai latar belakang kasus atau aspek diagnosis dari sesuatu kasus. Aspek diagnosis itu adalah tinjauan ke masa yang lampau yang diduga menjadi sumber penyebab timbulnya masalah pada diri siswa. Setiap permasalahan yang terdapat pada diri siswa itu tentu ada penyebabnya. Ada dua pertimbangan paling tidak yang dapat digunakan untuk dapat diduga menjadi seumber penyebab itu, yaitu pengalaman empiris dan kajian secara teoritis. Tepatnya langkah dalam membuat keputusan diagnosis ini memungkinkan tepatnya langkah aspek prognosis dan hal itu akan memungkinkan tepatnya bentuk bantuan yang diberikan untuk mengatasi masalah.
Membuat perkiraan kemungkinan penyebab atau aspek prognosis sesuatu kasus perlu dilakukan oleh para Guru Pembimbing. Dengan membuat diagnosa ini, Guru Pembimbing dapat meramalkan kemungkinan keberhasilan melalui sesuatu bentuk usaha bantuan yang dapat ditempuh Guru Pembimbing. Atau apa kemungkinan akibat yang lebih buruk akan terjadi apabila kasus dibiarkan saja tanpa intervensi atau bantuan Guru Pembimbing.
Berikut ini diberikan contoh uraian beberapa gejala yang terdapat pada kasus I, rincian masalahnya, kemungkinan penyebab masalah atau aspek diagnosis, dan kemungkinan akibat yang muncul dari masalah itu atau aspek prognosisnya.
membolos (kasus I).
Makna atau rincian membolos ialah :
berhari-hari tidak masuk kelas
tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas dan ijin
sering keluar pada jam tertentu
tidak masuk kembali setelah meminta ijin
masuk sekolah berganti hari
mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi.
Minta ijin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya.
Mengiririmkan surat ijin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat
Meninggalkan sekolah pada jam pelajaran tanpa ijin dan tidak kembali ke sekolah.
Kemungkinan sebab ;
a. tidak senang dengan sikap dan pengajaran Guru
b. merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru
c. merasa tidak nyaman oleh karena sikap guru
d. proses belajar dan mengajar yang membosankan
e. merasa gagal dalam belajar
f. kurang berminat terhadap mata pelajaran
g. terpengaruh oleh teman yang suka membolos
h. takut masuk sekolah karena tidak membuat tugas yang diberikan guru
i. tidak membayar kewajiban membayar uang sekolah
kemungkinan akibat :
a. minat terhadap pelajaran akan semakin kurang
b. gagal dalam ujian
c. hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki
d. tidak naik kelas
e. penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya.
f. Dikeluarkan dari sekolah
melanggar tata tertib (kasus I)
makna atau rincian melanggar tata tertib ialah :
sejumlah tata tertib sekoah tidak dipatuhi, misalnya tentang kehadiran di sekolah, baju berseragam, tempat duduk dalam kelas, penyelesaian dalam tugas-tugas.
Pelanggaran tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja
Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali
Kemungkinan penyebab
a. tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, hal itu terjadi mungkin karena aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga hanya terpaksa mengikutinya.
b. Siswa yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, bak di rumah maupun di masyarakat.
c. Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga siswa mereaksi secara tidak wajar (negative).
d. Cirri khusus perkembangan remaja yang agak sukar diatur tetapi belum dapat mengatur diri sendiri
e. Ketidak puasan pada mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada pelanggaran terhadap tata tertib sekolah
Kemungkinan akibat
a. tingkah laku siswa semakin tidak terkendali
b. terjadi kerengganan hubungan antara guru dan murid
c. suasana sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa
d. proses belajar mengajar terganggu
e. kegiatan belajar siswa terganggu
f. nilai rendah
g. tidak naik kelas; dikeluarkan dari sekolah
Prestasi Belajar Rendah
Makna atau rincian prestasi belajar rendah ialah ;
gagal dalam beberapa macam mata pelajaran
nilai tugas, tes dan ujian rendah
dari waktu ke waktu nilai semakin menurun
mendapat peringkar di bawah rata-rata untuk berbagai atau setiap mata pelajaran
kemampaun belajar di bawah rata-rata kelas
pada kasus I yaitu prestasi belajar yang rendah diduga kemungkinan penyebabnya ialah :
a. tingkat kecerdasan di bawah rata-rata
b. malas belajar
c. motivasi belajar rendah
d. kurang minat pada proses belajar mengajar
e. kekurangan sarana belajar
f. suasana sosio-emosional di rumah kurang mendukung untuk belajar dengan baik
g. proses belajar-mengajar di sekolah kurang memungkinkan siswa belajar dengan baik.
Kemungkinan akibat
a. minat / motivasi belajar semakin menurun
b. tidak naik kelas
c. dikeluarkan dari sekolah
d. frustasi yang mendalam
e. tidak mampu melanjutkan sekolah
f. kesulitan mencari kerja
Kurang berminat pada bidang studi tertentu (Kasus I)
Makna atau rincian kurang berminat pada bidang studi tertentu ialah ;
tidak dapat memusatkan perhatian untuk mempelajari materi-materi yang terkait pada bidang tersebut
berusaha tidak mengikuti mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut
tidak mengerjakan tugas-tugas dalam mata perlajaran tersebut
kemungkinan sebab
a. tidak memiliki bakat dalam bidang tersebut
b. lingkungan tidak menyokong untuk pengembangan bidang tersebut
c. proses belajar mengajar untuk bidang terserbut tidak menyenangkan
d. siswa sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi hasilnya selalu rendah
e. dorongan dari guru dan sekolah kurang
f. sarana belajar mengajar kurang menunjang
g. memilih bidang tersebut dari ikut-ikutan, atau dorongan orang tua atau orang lain.
Kemungkinan sebab ;
a. pindah jurusan
b. terjadi ketidak-kesesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa
c. kegiatan belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.
d. Motivasi belajar semakin turun
Bentrok dengan guru (kasus I)
Makna atau rincian bentrok dengan guru ialah ;
tidak mengikuti pelajaran dengan guru tersebut
tidak mau bertemu dengan guru tersebut
jika bertemu tidak mau tergur sapa dengan guru tersebut
memakai kata-kata ataupun bersikap tidak sopan terhadap guru tersebut
mempengaruhi kawan-kawannya untuk bersikap serupa terhadap guru tersebut
kemungkinan sebab :
a. tidak menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut
b. siswa membuat kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau menerima teguran tersebut
c. berwatak pemberang
d. kurang memahami aturan dan sopan santun yang berlaku di sekolah
e. aturan dan sopan santun yang berlaku lingkungan tempat tinggal berbeda dengan yang berlaku di sekolah
kemungkinan akibat :
a. memperoleh nilai “mati” dari guru yang bersangkutan
b. hubungan dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu
c. tidak naik kelas
d. dikeluarkan dari sekolah
terlambat masuk sekolah (kasus I)
makna atau rincian terlambat masuk sekolah ialah :
sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran di mulai
memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan
sengaja melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah dimulai.
Kemungkinan sebab :
a. jarak antara rumah dan sekolah jauh
b. kesulitan transportasi ke sekolah
c. terlalu banyak kegiatan dir rumah sebelum sekolah
d. terlambat bangun
e. gangguan kesehatan tidak menyukai suasana sekolah
f. tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran
g. tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR)
h. kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas
i. terlalu asyik dengan kegiataan di luar sekolah
kemungkinan akibat
a. nilai rendah
b. tidak naik kelas
c. hubungan dengan guru terganggu
d. hubungan dengan kawan sekelas terganggu
e. kegiatan di luar sekolah tidak terkendali
4. kondisi kasus
Ada tiga hal kondisi kasus yang harus dicermati oleh guru pembimbing, agar jangan samapai terjerumus kepada suatu sikap yang bertentangan dengan kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Kondisi kasus yang dimaksud ialah berkenaan dengan istilah “berat atau ringan”, “sehat atau sakit”, “normal atau tidak normal” suatu kasus. Setiap permasalahan yang dialami siswa dapat dikenali dari gejala yang tampak di permukaan. Gejala itu perlu dipelajari secara cermat dan mendalam, sebab di balik gejala-gejala yang kelihatan sepintas lalu digolongkan sebagai masalah yang ringan, kemungkinan tersembunyi masalah yang berat. Gejala yang mudah ditangkap itu biasanya berkaitan dengan masalah yang tersembunyi itu. Pada kasus II di atas terlihat gejala siswa sering tidak masuk ke sekolah berkaitan dengan kondisi psikologis yang dialaminya bersumber pada keadaan keluarganya, khususnya perbuatan ayahnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap gejala itu perlu secara mendalam dan komprehensif, agar analisa lebih cermat dan jenis bantuan pun dapat labih terarah.
Guru pembimbing hendaknya tidak menolak menangani suatu kasus oleh karena masalahnya dianggap berat. Berat ringannya masalah itu tidak menjadi ukuran sikap guru Pembimbing untuk menangani suatu kasus itu.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah titik berangkat seorang Guru Pembimbing dalam menghadapi siswa bermasalah. Siswa yang mempunyai permasalahan itu hendaknya jangan diperlakukan sebagai ‘orang sakit’, dan siswa yang tidak memperlihatkan adanya gejala yang menyimpang dianggap “orang sehat”. Sikap menggolong-golongkan seperti itu kurang tepat, baik penggolongan sakit dan sehat itu dilihat dari segi fisik maupun psikis. Walaupun pada kenyataannya sering terjadi bahwa gangguan fisik dapat bersumber awal dari gangguan psikis. Jika memang secara sungguh-sungguh terlihat ada gangguan fisik tentu perlu dialih tangankan ke dokter, dan jika gangguan psikisnya sudah melampaui kewenangan Guru Pembimbing, maka perlu dialih-tangankan ke pihak yang lebih berwenang seperti psikiater.
Demikian juga kondisi kasus yang dianggap normal atau tidak normal. Janganlah guru pembimbing beranggapan bahwa siswa yang menunjukan perliku “menyimpang” itu bersumber dari gangguan psikologis. Para guru pembimbing hendaknya berangkat dari pemikiran bahwa :
siswa yang bermasalah itu mempunyai kemapuan intelektual normal, tetapi ia mengalami gangguan emosional psikologis.
Siswa yang bermasalah itu bukan melakukan sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan kejahatan / criminal, yang perlu mendapat sangsi hokum.
Sikap guru pembimbing menangani sesuatu kasus hendaknya tidak bersumber pada keengganan yang subyektif emosional. Sikap yang benar diharapkan dari guru pembimbing hendaknya berlandaskan sikap professional, yakni berdasarkan pertimbangan keterbatasan kewenangan keahlian lah yang perlu diserahkan kepada pihak lain.
5. Upaya Memahami Kasus
a. beberapa alasan yang digunakan sebagai bahan peritmbangan untuk mengadakan studi kasus, yaitu :
Ada permasalahan khusus / istimewa yang dialami oleh siswa yang ditemukan oleh guru pembimbing
Guru Pembimbing ingin mengetahui secara menyeluruh dan mendalam tentang kasus itu, terutama berkenaan dengan sumber penyebabnya dan jenis masalah yang dihadapi siswa itu.
Untuk segera dibantu untuk diatasi masalah yang tengah dihadapi siswa itu.
Temuan yang diperoleh melalui pengalaman guru Pembimbing itu digunakan juga sebagai dasar teori untuk menangani permasalahan siswa lain.
b. Langkah-langkah dalam upaya memahami kasus
pemahaman terhadap suatu kasus perlu dilakukan secara menyeluruh, mendalam, dan objektif. Menyeluruh artinya meliputi semua jenis informasi yang diperlukan, baik kemampuan akademik, keadaan social psikologis termasuk bakat, minat, sikap, keadaan fisik, lingkungan keluarga. Infomasi itu dipelajari melalui berbagai cara termasuk wawancara konseling, kunjungan rumah, observasi, catatan kumulatif. Penjelajahan jenis informasi melalui cara itu bukan saja menambah pemahaman yang lebih luas, melainkan juga pemahaman semakin mendalam, dan tentunya informasi atau data yang terkumpul itu haruslah akurat dan objektif. Untuk maksud tersebut di atas, upaya yang perlu dilakukan oleh guru pembimbing ialah ;
1. mengenali gejala
Pertama-tama tentu kita mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara ;
a. Guru Pembimbing menemukan sendiri gejala itu pada siswa yang mempunyai masalah,
b. Guru mata pelajaran memberikan informasi adanya siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing.
c. Wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani seseorang siswa yang bermasalah berdasar informasi yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para guru ataupun pihak tata usaha.
2. Membuat deskripsi kasus
Setelah gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi kasusnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
3. Setelah deskripsinya dibuat, dipelajari lebih lanjut aspek ataupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, social, belajar ataupun karier.
4. jenis masalah yang sudah dikelompokan itu dijabarkan dengan cara mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya secara cermat.
5. adanya jabaran masalah yang lebih terinci itu dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkinan sumber penyebab masalah itu muncul.
6. perkiraan kemungkinan seumber penyebab itu membantu kita menjelajahi jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi yang perlu dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam pengumpulan informasi atau data.
7. membuat perkiraan kemungkinan akibat yang timbulo dan jenis bantuan yang dapat diberikan merupakan langkah penting, agar kita dapat menjajaki kemungkinan memberikan bantuan. Apakah bantuan langsung ditangani oleh guru pembimbing atau perlu konferensi kasus ataupun alih tangan kasus.
8. langkah pengumpulan data itu terutama melihat jenis infomasi atau data yang diperlukan seperti kemampuan akademik, sikap atau kepribadian, bakat, minat dsb. Dengan cara atau teknik apa jenis informasi atau data tersebut diperoleh, apakah melalui teknik tes atau teknik nontes.
9. kerangka berpikir seorang Guru Pembimbing untuk menentukan langkah-langkah menangani dan memahami kasus sebagaimana dikemukakan di atas dapat digambarkan skemanya sebagai berikut.
Confirm To Admin


6. Penyikapan terhadap Kasus
Telah disebutkan di atas bahwa penyikapan terhadap kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan Gur Pembimbing terhadap kasus tersebut. Penyikapan yang menyeluruh itu mencakup segenap aspek permasalahan yang ada di dalam kasus dan segenap langkah ataupun pertahapan pada sepanjang proses penanganan kasus secara menyeluruh.
Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya. Dalam bimbingan dan konseling, ketiga unsur tersebut mengacu kepada berbagai hal yang telah ditampilkan sebelum ini. Unsur kognisi mengacu kepada wawasan, keyakinan, pemahaman, penghayatan, pertimbangan dan pemikiran Guru Pembimbing tentang keberadaan manusia, hakekat dmensi kemanusiaan dan pengembangannya, pengaruh lingkungan, peranan pelayanan bimbingan dan konseling, kasus dan berbagai permasalahan yang dikandungnya, pemahaman dan penanganan kasus. Unsur afeksi menyangkut suasana perasaan, emosi dan kecenderungan bersikap berkenaan dengan keberadaan manusia sampai dengan penanganan kasus tersebut. Unsur perlakuan berkaitan dengan tindakan terhadap kasus yang ditangani, sejak diserahkannya kasus sampai berakhirnya keterlibatan penanganan.
Unsure-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap kasus, pada garis bersarnya ialah sebagai berikut :
1. keyakinan dan penghayatan bahwa manusia ditakdirkan sebagai mahkluk yang paling unik dan mempunyai derajat yang paling tinggi.
2. keyakinan dan penghayatan bahwa keunikan dan derajat paling tinggi itu terwujud dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dalam arti seluas-luasnya.
3. pemahaman dan penghayatan bahwa keempat dimensi kemanusiaan perlu dikembangkan secara serempak dan optimal menuju perwujudan manusia seutuhnya.
4. pemahaman dan penghayatan bahwa dalam perjalanan hidupnya seseorang dapat mengalami berbagai permasalahan yang menggangu perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya.
5. pemahaman dan penghayatan bahwa factor-faktor lingkungan, disamping factor-faktor yang terkandung di dalam dimensi kemanusiaan, sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan dimensi-dimensi itu di satu segi, dan terhadap timbulnya permasalahan pada diri seseorang di segi lainnya.
6. pemahaman dan penghayatan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling, bersama-sama dengan pelayanan pendidikan pada umumnya, mampu memberikan bantuan kepada orang-orang yang sedang mengalami perkembangan dan mengalami masalah demi teratasinya masalah-masalah mereka itu.
7. pemahaman dan penghayatan bahwa seseorang yang sedang mengalami masalah tidak seharusnya dan tidak serta merta dianggap sebagai terlibat masalah criminal atau perdata, ataupun sedang menderita penyakit jasmani atau rohani, ataupun sebagai orang yang tidak normal. Sebaliknya, seorang yang sedang mengalami masalah pertama-tama harus dianggap dan diperlakukan sebagai orang yang tidak tersangkut paut pada perkara criminal atau perdata, dan sebagai orang yang sehat dan normal.
8. pemahaman dan penghayatan bahwa permasalahan seseorang sebenarnya besar kemungkinan tidak tepat sama dengan yang tampak pada pendeskripsian awa;. Oleh karena itu, diperlukan uapaya pendalaman lebih lanjut untuk dapat dicapainya pemahaman yang lengkap dan mantap berkenaan denga permasalahan tersebut.
9. pemahaman dan penghayatan bahwa diperlukan strategi dan teknik-teknik khusus untuk mengatasi atau memecahkan masalah-masalah pokok yang dialami seseorang.
10. pemahaman dan penghayatan bahwa dalam menangani permasalahan seseorang perlu dilibatkan berbagai pihak, sumber dan unsure untuk secara efektif dan efisien mengatasi atau memecahkan permasalahan tersebut.
Keyakinan, pemahaman dan penghayatan tersebut di atas diturunkan ke dalam bentuk-bentuk pola tingkah laku yang mencerminkan kecenderungan efektif, pola perilaku tersebut antara lain yaitu :
memberikan penghargaan dan pernghormatan yang setinggi-tingginya terhadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
berupaya, sesuai dengan kehalian yang dimiliki, ikut mengembangkan secara optimal keempat dimensi kemanusiaan secara selaras, serasi, dan seimbang menuju perwujudan manusia seutuhnya, demi keselarasan hidup dan kebahagiaan kehidupan kemanusiaan di dunia, baik secara individual maupun kelompok.
berempati kepada orang yang mengalami permasalahan yang menghambat pengembangan keempat dimensi kemanusiaan dan merintangi tercapainya kondisi yang menyenangkan dan membahagiakan mereka.
berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk membantu orang-orang yang bermasalah agar masalah mereka dapat teratasi dalam waktu yang secepat dan dengan solusi yang secepat-cepatnya.
Bersikap positif terhadap orang yang mengalami masalah; tidak menudingnya terlibat dalam perkara criminal ataupun perdata, serta tidak menganggapnya abnormal, atau menderita sakit jasmani atau rohani sampai ternyata mereka memang memerlukan bantuan dari ahli-ahli penyakit jasmani atau rohani.
bertindak hati-hati, teliti, tekun dan bertanggung jawab dalam menangani permasalahan seseorang, sejak awal diserahi tanggung jawab untuk menangani permasalahan itu sampai sedapat-dapatnya mencapai taraf pemecahan masalah yang paling jauh.
dengan penuh kesadaran mengembangkan wawasan, ide-ide, strategi dan teknik-teknik serta menerapkannya secara tepat terhadap permasalahan yang dialami seseorang.
tidak menahan permasalahan seseorang untuk ditangani sendiri saja, melainkan akan melibatkan dan mendayagunakan sebesar-besarnya pihak-pihak, sumber dan unsure-unsur lain yang diharapkan akan dapat memberikan kemudahan dan keuntungan bagi pemecahan masalah yang bersangkutan.
tidak menutup kemungkinan untuk mengalihtangankan penanganan masalah pada pihak lain yang lebih berkompeten.

Lebih jauh, keyakinan, pemahaman dan penghayatan yang diwarnai oleh kecenderungan afeksi itu dapat secara nyata diwujudkan dalam bentuk perlakuan-perlakuan itu antara lain ialah;
menerima kasus yang dipercayakan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
mengembangkan wawasan tentang kasus itu secara lebih rinci, tentang kemungkinan seba-sebab timbulnya setiap permasalahan yang terkandung didalam kasus tersebut, dan kemungkinan akibat-akibat yang akan timbul apabila permasalahan tersebut berlarut-larut tidak tertangani.
mengembangkan strategi dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk mengatasi sumber-sumber pokok permasalahan.
melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsure apabila diyakini hal-hal tersebut akan membantu pemecahan masalah.
mengkaji kemajuan upaya pemecahan masalah; sampai berapa jauh upaya tersebut telah membuahkan hasil.
Dengan dilibatkannya unsure-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan yang mengacu pada hakikat keberadaan manusia sampai dengan pemahaman dan penanganan kasus, agaknya lengkaplah dasar-dasar penyikapan seseorang terhadap kasus yang dipercayakan kepadanya. Dasar-dasar penyikapan itu selanjutnya akan secara nyata terwujud dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling yang diwarnai oleh kepribadian dan keahlian guru pembimbing (konselor).

7. Penulisan Studi Kasus
a. sifat laporan studi kasus
sebenarnya tidak ada suatu pola penulisan kasus, tetapi beberapa prinsip umum yang harus diamati, meliputi :
penulisan kasus itu harus obyektif, sederhana, dan jelas. Walaupun penulisannya tertarik mempelajari kasus itu, namun jangan tampak uraian atau paparan yang bersifat pribadi. Deskripsi kasus itu haruslah seobjektif mungkin, dan interprestasinyapun tidak bersifat pribadi. Itu tidak berarti bahwa guru pembimbing harus menghindari interpretasi dan membuat kesimpulan, tetapi perlu diingat bahwa guru pembimbing perlu membedakan secara cermat antara fakta yang diperoleh dan interpretasi atau diagnosis berdasarkan pada fakta.
di dalam laporan suatu kasus gunakanlah pernyataan umum maupun ilustrasi kasus. Pernyataan umum tentang inteligensi, prestasi kasus, dan kepribadian akan lebih menyakinkan bila ada data lain yang medukungnya.
batasilah butir-butir yang tidak relevan.
b. Penerapan dan evaluasi treatment
beberapa saran berikut ini mungkin membantu menjelaskan problem :
seorang guru pembimbing tidak perlu berusaha menerapkan treatment untuk kesulitan-kesulitan yang secara keseluruhan di luar pengalaman. Jika guru pembimbing tetap berusaha melakukannya hal itu mungkin berakibat merugikan siswa. Jika problem siswa mengenai kesulitan belajar guru pembimbing harus dapat menawarkan kepada siswa hal-hal yang bernilai membantu dalam belajar. Guru pembimbing dapat juga mengatasi banyak problem yang atas kemauan sendiri, yang disebabkan oleh kurang minat, atau sesuatu perilaku yang kurang baik.
selama periode treatment, guru pembimbing harus menjaga catatan kemajuan bantuannya. Guru pembimbing; tidak perlu menggantungkan pada ingatannya tetapi sebaiknya mencatat sesegera mungkin setiap wawancara dengan siswa dan setiap pengamatan yang bermakna. Tidak semua apa yang ditulis dalam catatan itu akan dimuat dalam laporan kasus, tetapi catatan yang lengkap adalah dapat diramalkan membantu dalam membuat suatu laporan pada akhir periode treatment.
jika akan digunakan alat/teknik pengukuran diadakan seperti tes maka sebaiknya teknik atau tes itu dilakukan pada awal treatment diberikan, kemudian pada akhir treatment diadakan lagi pengukuran atau tes, untuk melihat perubahan atau kemajuan yang terjadi.
setelah selesai diberikan treatment atau bantuan maka sebaiknya perlu diamati untuk beberapa bulan agar kita menjadi yakin bahwa problemnya tidak kambuh lagi.
c. Isi Laporan Studi kasus
suatu pernyataan yang mungkin muncul dalam studi kasus ialah apakah treatment merupakan bagian prosedur yang harus diikuti sesudah studi kasus. Outline studi kasus di dalam literature pendidikan dan psikologi memberikan jawaban yang tidak konsisten. Artinya, sebagian studi kasus berakhir sampai dengan diagnosis, dalam laporan yang lain keberhasilan studi kasus itu meluas sampai dengan treatment. Meskipun demikian, dalam kenyataannya bahwa dalam studi kasus mengimplikasikan treatment. Setelah fakta dianalisa dan diagnosa tentative sudah diformulasikan, harus diikuti dengan treatment. Jika mungkin hal itu harus merupakan bagian dari catatan dalam studi kasus. Jikalau terjadi alih tangan kasus kepada spesialis lain seperti psikiatri maka catatan itu dituliskan dalam studi kasus. Jikalau kasusnya itu mengenai bantuan kesulitan belajar (learning difficulties) di sekolah, maka studi kasus itu akan lebih bermakna apabila disimpulkan dengan suatu laporan tentang sifat bantuan dan kemajuan murid selama mendapat bantuan itu.